Wednesday 7 January 2015

Kepribadian Manusia

ESSAY KEPRIBADIAN MANUSIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kulia h:
Pengantar Psikologi
Dosen Pengampu: Nailul Falah, S.Ag, M.Si


Disusun Oleh:

Nur Yunianto (14220063)
BKI Kelas C

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA 
YOGYAKARTA
2014

KEPRIBADIAN MANUSIA
           
A.    DEFINISI KEPRIBADIAN
Istilah bahasa inggris dinyatakan dengan personality. Istilah ini berasal dari bahasa yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang artinya menembus.persona digunakan untuk memerankan satu bentuk tingkah laku karakter pribadi tertentu. Personare para pemain mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia. Bukan pribadi pemain tapi gambaran pribadi dari tipe manusia.
Berikut ini dikemukakan beberapa ahli yang definisinya dapat dipakai acuan dalam mempelajari kepribadian.
1.      GORDON W. W ALLPORT
Pada mulanya Allport mendefinisikan kepribadian sebagai “What a man really is.” Tetapi definisi tersebut oleh Allport dipandang tidak memadai lalu dia merevisi definisi tersebut (Soemadi Suryabrata, 2005: 240) Definisi yang kemudian dirumuskan oleh Allport adalah: “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustments to his environment” (Singgih Dirgagunarso, 1998 : 11).
Pendapat Allport di atas bila diterjemahkan menjadi : Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
2.      KRECH dan CRUTCHFIELD
David  Krech DAN Richard S. Crutchfield (1969) dalam bukunya yang berjudul  Elelemnts of Psychology  merumuskan definsi kepribadian sebagai berikut : “Personality is the integration of all of an individual’s characteristics into a unique organization that determines, and is modified by, his attemps at adaption to his continually changing environment.” (Kepribadian adalah integrasi dari semua karakteristik individu ke dalam suatu kesatuan yang unik yang menentukan, dan yang dimodifikasi oleh usaha-usahanya dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah terus-menerus).
3.      ADOLF HEUKEN, S.J. dkk.
Adolf Heuken S.J. dkk. dalam bukunya yang berjudul Tantangan Membina  Kepribadian (1989 : 10),  menyatakan sebagai berikut. “Kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial. Semuanya ini telah ditatanya dalam caranya yang khas  di bawah beraneka pengaruh dari luar. Pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana dikehendakinya”.
Berdasarkan definisi dari Allport, Kretch dan Crutchfield, serta Heuken dapat disimpulkan pokok-pokok pengertian kepribadian sebagai berikut.
Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari aspek psikis, seperti : inteligensi, sifat, sikap,  minat, cita-cita, dst. Serta aspek fisik, seperti : bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dst.
Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau unik.
Kepribadian bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perubahan, tetapi dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola  yang bersifat tetap.
Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh individu. 

B.     POLA KEPRIBADIAN
Elizabeth B. Hurlock (1978) mengatakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi  terdiri atas “Konsep Diri (self-concept)” sebagai inti atau pusat gravitasi kepribadian dan “Sifat-sifat (traits)” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon.
1. Konsep Diri  (Self-concept)
Konsep Diri  (Self-concept) ini dapat diartikan sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas penyikapan individu tentang dirinya sendiri; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Konsep Diri (Self-concept) ini memiliki tiga komponen, yaitu: (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseotang tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuh atau bodinya), seperti: kecantikan, keindahan, atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan (keunggulan) dan ketidakmampuan (kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courage; dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan, dan kepenghinaannya. Apabila seseorang sudah masuk masa dewasa, komponen ketiga ini juga terkait dengan aspek-aspek: keyakinan, nilai-nilai, idealita, aspirasi, dan komitmen terhadap way of life hidupnya.
2. Sifat-sifat (Traits)
Sifat-sifat (Traits) ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan kepada pola-pola berpikir, merasa, dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan.
Sifat-sifat (Traits) dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Dapat diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan.
Deskripsi dan definisi Sifat-sifat (Traits) di atas menggambarkan bahwa Sifat-sifat (Traits) merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi situasi dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.
Setiap Sifat-sifat (Traits) mempunyai tiga karakteristik: (a) Uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableness, yaitu bahwa trait itu ada yang disenangi (liked) dan ada yang tidak disenangi (disliked), sebab traits itu berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan, kepuasan atau ketidakpuasan orang yang mempunyai traits tersebut. Traits yang disenangi seperti: jujur, murah hati, sabar, kasih sayang, peduli, dan bertanggung jawab. Sedangkan yang tidak disenangi seperti: egois, tidak sopan, ceroboh, pendendam, dan kejam/bengis. Sikap seseorang terhadap traits ini merupakan hasil belajar dari lingkungan sosialnya; dan (c)consistency, artinya bahwa seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.
Sama halnya dengan “Konsep Diri (Self-concept)”, “Sifat-sifat (Traits)” pun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan belajar. Faktor yang paling mempengaruhi adalah (a) pola asuh orang tua, dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Beberapa trait dipelajari secara “trial dan error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan, seperti perilaku agresif dalam mereaksi frustasi. Contohnya: anak menangis sambil membanting pintu kamarnya, gara-gara tidak dibelikan mainan yang diinginkannya. Apabila dengan perbuatan agresifnya itu, orang tua akhirnya membelikan mainan yang diinginkan anak, maka anak cenderung akan mengulangi perbuatan tersebut. Demikian terjadi pada orang dewasa bersikap kurang percaya kepada orang lain sehingga menunjukkan perilaku suka protes seperti “unjuk rasa” sambil berperilaku brutal terhadap ketidakpuasan manajerial perusahaan atau menuntut kenaikan gaji kepada perusahaan. Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes dengan cara brutal tersebut apabila pada akhirnya dipenuhi oleh perusahaan maka cara-cara protes demikian akan diulang-ulang untuk mengintimidasi para pengambil kebijakan.
Anak juga belajar (memahami) bahwa traits atau sifat-sifat dasar tertentu sangat dihargai (dijunjung tinggi) oleh semua kelompok budaya secara universal, seperti: kejujuran, respek terhadap hak-hak orang lain, disiplin, tanggung jawab, dan sikap apresiatif.

C.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN
Menurut  Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2007: 11) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian di antaranya sebagai berikut:
1.      Faktor fisik, seperti: gangguan otak, kurang gizi (malnutrisi), mengonsumsi obat-obat terlarang (NARKOBA), minuman keras, dan gangguan organik (sakit atau kecelakaan).
2.      Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stress, depresi) dan masalah sosial (pengangguran, premanisme, dan kriminalitas).
3.      Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang berkepribadian menyimpang.
Selanjutnya Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2007: 20-33) juga membagi faktor yang mempengaruhi kepribadian kedalam dua hal, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment). Faktor hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah 1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, inteligensi, dan temperamen; 2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi genetika);  dan 3) mempengaruhi keunikan kepribadian.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi kepribadian yaitu keluarga, kebudayaan, dan sekolah.  Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian karena keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak. Faktor kebudayaan mempengaruhi individu untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita. Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku) memilik tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas.
Hurlock  dalam Muh. Farozin & Kartika Nur Fathiyah (2003: 18-21) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang adalah pengalaman awal, pengaruh budaya, ciri-ciri fisik, kondisi fisik, keberhasilan & kegagalan, penerimaan sosial, pengaruh keluarga, dan tingkat penyesuaian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor fisik (ciri-ciri fisik dan kondisi fisik) dan faktor diri sendiri (genetika, sifat). Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor lingkungan sosial dan budaya.

D.    TEORI KEPRIBADIAN
1.      Teori Kepribadian Psikoanalisis
Sigmund Freud Freud berpendapat bahwa masa anak (usia 0 – 5 tahun) atau usia pregenital mempunyai peranan yang sangat dominan dalam membentuk kepribadian seseorang. Dia berkata bahwa “the child is the father of man", yang artinya “anak adalah ayah manusia”. Berdasarkan hal ini, maka hampir semua masalah kejiwaan pada usia selanjutnya, faktor penyebabnya dapat ditelusuri pada usia pregenital ini. Ada dua asumsi yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu determinisme psikis dan motivasi tak sadar.
a.       Determinisme psikis (psychic determinism)
Asumsi ini mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, atau dirasakan individu mempunyai arti dan maksud, dan kesemuanya itu secara alami sudah ditentukan.
b.      Motivasi tak sadar (unconscious motivation)
Bahwa sebagian besar tingkah laku individu (seperti perbuatan, berpikir, dan merasa) ditentukan oleh motif tak sadar. Teori Freud memiliki beberapa kelemahan, terutama dalam hal-hal berikut.
1)  Pendapat Freud yang menyatakan bahwa ketidaksadaran (unconsciousness) amat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Pendapat ini menunjukkan bahwa manusia menjadi budak dari dirinya sendiri.
2)  Pendapat Freud yang menyatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Ini menunjukkan bahwa manusia dipandang tak berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.
3)    Pendapat Freud yang menyatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukkan bahwa dorongan yang lain dari individu kurang diperhatikan (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2007: 40).
2.      Teori Kepribadian Behavioristik
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati, bukan berdasarkan proses mental secara ilmiah, sebab proses tersebut bersifat pribadi dan tidak dapat diamati oleh publik.  Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan (Muh Farozin & Kartika Nur Fathiyah, 2003: 72).
Walaupun para behavioris kurang memiliki perhatian terhadap struktur kepribadian, tetapi mereka memiliki perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan kepribadian. Mereka menjelaskan bahwa perkembangan itu melalui belajar. Konsep belajar ini digunakan dalam hal-hal yang merujuk pada perubahan tingkah laku yang tahan lama sebagai hasil pengalaman. Para behavioris memfokuskan kajiannya pada bagaimana kecenderungan respon dibentuk melalui  pengondisian klasik (classical conditioning), pengondisian operan (operant conditioning), dan belajar melalui observasi (observational learning) (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2007: 123-124).
Pengondisian klasikal merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Menurut Burrhus Frederic Skinner dalam Jess Feist & Gregory J. Feist (2010b: 166), melalui pengondisian klasik, suatu respons diperoleh dari sebuah organisme dengan suatu stimulus yang spesifik dan dapat diidentifikasi.  Peran pembiasaan klasik dalam membentuk kepribadian adalah memberikan kontribusi terhadap pembentukan respon-respon emosional, seperti rasa takut, cemas, atau phobia (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2007: 124-126).
Sedangkan pengondisian operan merupakan bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau  tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Kunci dari pengondisian operan yaitu penguatan yang langsung dari sebuah respons. Kemudian, penguatan akan meningkatkan kemungkinan dari perilaku yang sama untuk terjadi lagi (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010b: 168). Skinner berpandangan bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan. Selain itu, manusia dianggap melakukan tindakan-tindakan atas inisiatif sendiri dalam lingkungannya. Namun demikian, dalam hal ini lingkungan mempunyai posisi yang lebih kuat karena lingkungan menyediakan penguatan (Muh Farozin & Kartika Nur Fathiyah, 2003: 74).
3.   Teori Kepribadian Humanistik
Teori humanistik berkembang sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini karena keduaduanya bersifat melecehkan sifat-sifat manusia. Manusia dipandang sebagai pion yang tak berdaya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri. Humanistik dapat diartikan sebagai orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan kemauan bebas dan potensi untuk mengembangkan dirinya.
Para ahli psikologi humanistik mempunyai perhatian terhadap isu-isu penting tentang eksistensi manusia, seperti cinta, kreativitas, kesendirian, dan perkembangan diri. Mereka memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat manusia. Mereka meyakini bahwa:
a.       Manusia memiliki  potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif;
b.      Manusia adalah individu yang aktif, bertanggung jawab, mempunyai potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), berorientasi ke masa depan & selalu berusaha untuk beraktualisasi; dan
c.   Kegagalan dalam mewujudkan potensi-potensi di atas lebih disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari pendidikan dan latihan yang diberikan oleh orang tua dan pengaruh-pengaruh sosial lainnya (Muh. Farozin & Kartika Nur Fathiyah, 2003: 82-83).
Carl Rogers, salah satu ahli psikologi humanistik, meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya.  Oleh karena setiap manusia beroperasi sebagai satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia baik secara fisiologis & intelektual, rasional & emosional, kesadaran & ketidaksadaran. Yang termasuk dalam kecenderungan aktualisasi yaitu kecenderungan  untuk memelihara dan meningkatkan diri suatu individu (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010b: 7-8).

E.     KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Kepribadian dalam study keislaman lebih dikenal dengan istilah syakhshiyah. Syakhshiyah berasal dari kata syakhshun yang berarti pribadi. Kata ini ini kemudian diberi ya’ nisbat sehingga mejadi kata benda buatan syakhshiyah yang berarti kepribadian. Abdul Mujib (1999:133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah “ Integrasi sistem kalbu, akal, nafsu, manusia yang menimbulkan tingkah laku. 
1.      Dinamika Kepribadian
Dalam Al-Qur’an surat Asy-syamsu: 8, Allah berfirman : “ Maka Allah akan mengilhamkan kepada jiwa (manusia, fujur, (kepasikan, Kedurjanaan) dan taqwa (Beriman dan beramal shaleh). Ayat tersebut menunjukan bahwa manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan dengan suasana perjuangan untuk memilih alternatif antara haq ( taqwa dan kebenaran ) dan bathil (fujur). 
Manusia Memang bukan malaikat, yang selamanya istiqomah dalam kebenaran (Attahrim: 6), Tetap juga bukan syetan, yang selamanya dalam kebathilan, kekufuran (kemakhsiatan) dan senantiasa mengajak manusia ke jalan yang dilarang Allah Swt.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 168 dikemukakan, Bahwa : “ Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu untuk berbuat jahat dan keji,dan mengatakan terhadap allah apa yang kamu tidak ketahui”. 
Manusia adalah mahkluk yang netral, kepribadianya itu bisa berkembang seperti malaikat, dan bisa juga seperti setan. Hal ini amat tergantung pada pilihannya tadi, apakah manusia mengisi jiwanya dengan ketaqwaan, atau dengan fujur. 
2.      Tipe kepribadian 
a.       Tipe Mukmin 
Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
1)        Berkenaan dengan aqidah: Beriman kepada Allah, malaikat, Rosul, Kitab, Hari ahkir dan Qodar. 
2)        Berkenaan dengan ibadah: melaksanakan rukun islam. 
3)        Berkenaan dengan kehidupan sosial: Bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja sama, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, suka memanfatkan kesalahan orang lain dan dermawan. 
4)        Berkenaan dengan moral: Sabar, Jujur, Adil, Qona’ah, Amanah,thawadu’ Istiqomah ,dan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu. 
5)        Berkenaan dengan Emosi: Cinta kepada Allah , Takut akan adzab allah, Tidak putus asa dalm mencari ridha allah, Senang berbuat kebaikan pada setiap orang, menahan marah, tidak angkuh, tidak hasud, Iri, dan berani dalam membela kebenaran. 
6)        Berkenaan dengan intelektual: Memikirkan alam semesta dan ciptaan allah yang lainnya, selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirnnya untuk sesuatu yang bermanfaat.


b.      Tipe Kafir 
Tipe Kepribadian kafir mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
1)        Berkenaan dengan aqidah: Tidak beriman kepada Allah SWT. 
2)        Berkenaan dengan ibadah: Menolak beribadah kepada Allah SWT 
3)        Berekenaan dengan kehidupan sosial: Zhalim, Memusuhi orang beriman, senang mengajak kepada kemungkaran, melarang kebijakan. 
4)        Berkaitan dengan kekeluargaan: Senang memutuskan silaturahmi. 
5)        Berkenaan dengan Moral: Tidak amanah, sombong, takabur. 
6)        Berkenaan dengan Emosi: Tidak cinta kepada allah, tidak takut terhadap adzab allah. 
7)        Berkenaan dengan intelektual: Tidak menggunakan pikirannya untuk bersyukur kepada Allah SWT. 
c.       Tipe Munafik 
Tipe kepribadian munafik mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
1)        Berkenaan dengan Ibadah: Bersifat riya, dan bersifat malas. 
2)        Berkenaann dengan Aqidah: bersifat ragu dalam dalam beriman . 
3)        Berhubungan dengan hubungan sosial: Menyeluruh kemungkaran dan mencegah kebajikan, suka menyebar isu sebagai adu domba di lingkungan kaum muslimin. 
4)        Berkenaan dengan moral: senang berbohong, tidak amanah(khianat) , Ingkar janji, kikir, hedonis dan poertunis. 
5)        Berkenaan dengan Emosi: suka curiga terhadap orang lain, takut mati. 
6)        Berkenaan dengan intelektual: peragu dan kurang mampu mengambil keputusan (dalam kebenaran), dan tidak berpikir secara benar. 




DAFTAR PUSTAKA
·         Al-Qur’an dan Terjemahannya.
·         Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional Tahun. 2007. Pengembangan Kepribadian. (materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta
·         Kuntjojo.2009. “Psikologi Kepribadian”. Kediri: Universitas Nusantara PGRI Kediri.
·         Suryabrata, Sumadi. 2011. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
·         Yusuf LN, Syamsu. 2007. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosda Karya.




No comments:

Post a Comment