ESSAY KEPRIBADIAN
MANUSIA
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kulia h:
Pengantar Psikologi
Dosen Pengampu: Nailul Falah, S.Ag, M.Si
Disusun Oleh:
Nur Yunianto (14220063)
BKI Kelas C
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
KEPRIBADIAN MANUSIA
A. DEFINISI KEPRIBADIAN
Istilah bahasa
inggris dinyatakan dengan personality. Istilah ini berasal
dari bahasa yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare,
yang artinya menembus.persona digunakan untuk memerankan satu bentuk
tingkah laku karakter pribadi tertentu. Personare para pemain mengekspresikan
satu bentuk gambaran manusia. Bukan pribadi pemain tapi gambaran pribadi dari
tipe manusia.
Berikut ini dikemukakan beberapa ahli yang
definisinya dapat dipakai acuan dalam mempelajari kepribadian.
1. GORDON W. W ALLPORT
Pada mulanya Allport mendefinisikan kepribadian sebagai “What a man
really is.” Tetapi definisi tersebut oleh Allport dipandang tidak memadai lalu
dia merevisi definisi tersebut (Soemadi Suryabrata, 2005: 240) Definisi yang
kemudian dirumuskan oleh Allport adalah: “Personality is the dynamic
organization within the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjustments to his environment” (Singgih Dirgagunarso,
1998 : 11).
Pendapat Allport di atas bila diterjemahkan menjadi : Kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
2. KRECH dan CRUTCHFIELD
David Krech DAN Richard S.
Crutchfield (1969) dalam bukunya yang berjudul
Elelemnts of Psychology
merumuskan definsi kepribadian sebagai berikut : “Personality is the
integration of all of an individual’s characteristics into a unique
organization that determines, and is modified by, his attemps at adaption to
his continually changing environment.” (Kepribadian adalah integrasi dari semua
karakteristik individu ke dalam suatu kesatuan yang unik yang menentukan, dan
yang dimodifikasi oleh usaha-usahanya dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang berubah terus-menerus).
3. ADOLF HEUKEN, S.J. dkk.
Adolf Heuken S.J. dkk. dalam bukunya yang berjudul Tantangan
Membina Kepribadian (1989 : 10), menyatakan sebagai berikut. “Kepribadian
adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang,
baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial. Semuanya ini
telah ditatanya dalam caranya yang khas
di bawah beraneka pengaruh dari luar. Pola ini terwujud dalam tingkah
lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana dikehendakinya”.
Berdasarkan definisi dari Allport, Kretch dan Crutchfield, serta Heuken dapat
disimpulkan pokok-pokok pengertian kepribadian sebagai berikut.
Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari aspek
psikis, seperti : inteligensi, sifat, sikap,
minat, cita-cita, dst. Serta aspek fisik, seperti : bentuk tubuh,
kesehatan jasmani, dst.
Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya
yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dan terwujudlah pola tingkah
laku yang khas atau unik.
Kepribadian bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perubahan, tetapi
dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola
yang bersifat tetap.
Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh individu.
B. POLA KEPRIBADIAN
Elizabeth B. Hurlock (1978) mengatakan bahwa pola kepribadian merupakan
suatu penyatuan struktur yang multidimensi terdiri atas “Konsep Diri (self-concept)” sebagai inti atau pusat gravitasi
kepribadian dan “Sifat-sifat (traits)” sebagai
struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon.
1. Konsep Diri
(Self-concept)
Konsep Diri
(Self-concept) ini dapat diartikan sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan,
atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas penyikapan individu
tentang dirinya sendiri; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang
dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Konsep Diri (Self-concept) ini memiliki tiga
komponen, yaitu: (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseotang
tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuh atau bodinya), seperti:
kecantikan, keindahan, atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau psychological
self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan (keunggulan) dan ketidakmampuan
(kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi kualitas penyesuaian
hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courage;
dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya,
sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya
terhadap keberhargaan, kebanggaan, dan kepenghinaannya. Apabila seseorang sudah
masuk masa dewasa, komponen ketiga ini juga terkait dengan aspek-aspek:
keyakinan, nilai-nilai, idealita, aspirasi, dan komitmen terhadap way of life hidupnya.
2. Sifat-sifat (Traits)
Sifat-sifat
(Traits) ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan
kepada pola-pola berpikir, merasa, dan bertindak. Sementara konsep diri
berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan
prakarsa-prakarsa kegiatan.
Sifat-sifat
(Traits) dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait
dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg)
dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Dapat diartikan juga sebagai
kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan.
Deskripsi dan
definisi Sifat-sifat (Traits) di atas menggambarkan bahwa Sifat-sifat (Traits)
merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi
situasi dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.
Setiap Sifat-sifat
(Traits) mempunyai tiga karakteristik: (a) Uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableness, yaitu bahwa trait
itu ada yang disenangi (liked) dan ada yang
tidak disenangi (disliked), sebab traits itu
berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan, kepuasan atau
ketidakpuasan orang yang mempunyai traits tersebut. Traits yang disenangi seperti:
jujur, murah hati, sabar, kasih sayang, peduli, dan bertanggung jawab.
Sedangkan yang tidak disenangi seperti: egois, tidak sopan, ceroboh, pendendam,
dan kejam/bengis. Sikap seseorang terhadap traits ini merupakan hasil belajar
dari lingkungan sosialnya; dan (c)consistency, artinya
bahwa seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.
Sama halnya dengan
“Konsep Diri (Self-concept)”, “Sifat-sifat
(Traits)” pun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan
belajar. Faktor yang paling mempengaruhi adalah (a) pola asuh orang tua, dan
(b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Beberapa trait dipelajari secara
“trial dan error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan, seperti
perilaku agresif dalam mereaksi frustasi. Contohnya: anak menangis sambil
membanting pintu kamarnya, gara-gara tidak dibelikan mainan yang diinginkannya.
Apabila dengan perbuatan agresifnya itu, orang tua akhirnya membelikan mainan
yang diinginkan anak, maka anak cenderung akan mengulangi perbuatan tersebut.
Demikian terjadi pada orang dewasa bersikap kurang percaya kepada orang lain
sehingga menunjukkan perilaku suka protes seperti “unjuk rasa” sambil
berperilaku brutal terhadap ketidakpuasan manajerial perusahaan atau menuntut
kenaikan gaji kepada perusahaan. Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes
dengan cara brutal tersebut apabila pada akhirnya dipenuhi oleh perusahaan maka
cara-cara protes demikian akan diulang-ulang untuk mengintimidasi para
pengambil kebijakan.
Anak juga belajar
(memahami) bahwa traits atau sifat-sifat dasar tertentu sangat
dihargai (dijunjung tinggi) oleh semua kelompok budaya secara universal,
seperti: kejujuran, respek terhadap hak-hak orang lain, disiplin, tanggung
jawab, dan sikap apresiatif.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN
Menurut Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2007:
11) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian di
antaranya sebagai berikut:
1. Faktor fisik, seperti: gangguan otak, kurang
gizi (malnutrisi), mengonsumsi obat-obat terlarang (NARKOBA), minuman keras,
dan gangguan organik (sakit atau kecelakaan).
2. Faktor lingkungan sosial budaya, seperti:
krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah
pribadi (stress, depresi) dan masalah sosial (pengangguran, premanisme, dan
kriminalitas).
3. Faktor diri sendiri, seperti: tekanan
emosional (frustasi yang berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi
terhadap orang lain yang berkepribadian menyimpang.
Selanjutnya Syamsu Yusuf & Juntika
Nurihsan (2007: 20-33) juga membagi faktor yang mempengaruhi kepribadian
kedalam dua hal, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan
(environment). Faktor hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian
adalah 1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, inteligensi,
dan temperamen; 2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi
lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa
melebihi kapasitas atau potensi genetika);
dan 3) mempengaruhi keunikan kepribadian.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi
kepribadian yaitu keluarga, kebudayaan, dan sekolah. Keluarga dipandang sebagai penentu utama
pembentukan kepribadian karena keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang
menjadi pusat identifikasi anak. Faktor kebudayaan mempengaruhi individu untuk
mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku) memilik tradisi, adat, atau
kebudayaan yang khas.
Hurlock
dalam Muh. Farozin & Kartika Nur Fathiyah (2003: 18-21) mengemukakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang adalah pengalaman
awal, pengaruh budaya, ciri-ciri fisik, kondisi fisik, keberhasilan &
kegagalan, penerimaan sosial, pengaruh keluarga, dan tingkat penyesuaian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern meliputi faktor fisik (ciri-ciri fisik dan kondisi fisik) dan faktor
diri sendiri (genetika, sifat). Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor
lingkungan sosial dan budaya.
D. TEORI KEPRIBADIAN
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Sigmund Freud Freud berpendapat bahwa masa anak (usia 0 – 5 tahun) atau
usia pregenital mempunyai peranan yang sangat dominan dalam membentuk
kepribadian seseorang. Dia berkata bahwa “the child is the father of man",
yang artinya “anak adalah ayah manusia”. Berdasarkan hal ini, maka hampir semua
masalah kejiwaan pada usia selanjutnya, faktor penyebabnya dapat ditelusuri
pada usia pregenital ini. Ada dua asumsi yang mendasari teori psikoanalisis
Freud, yaitu determinisme psikis dan motivasi tak sadar.
a. Determinisme psikis (psychic determinism)
Asumsi ini mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan,
atau dirasakan individu mempunyai arti dan maksud, dan kesemuanya itu secara
alami sudah ditentukan.
b. Motivasi tak sadar (unconscious motivation)
Bahwa sebagian besar tingkah laku individu (seperti perbuatan, berpikir,
dan merasa) ditentukan oleh motif tak sadar. Teori Freud memiliki beberapa
kelemahan, terutama dalam hal-hal berikut.
1) Pendapat
Freud yang menyatakan bahwa ketidaksadaran (unconsciousness) amat berpengaruh
terhadap perilaku manusia. Pendapat ini menunjukkan bahwa manusia menjadi budak
dari dirinya sendiri.
2) Pendapat
Freud yang menyatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat menentukan atau
berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Ini menunjukkan bahwa manusia dipandang
tak berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.
3) Pendapat
Freud yang menyatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-cara
yang ditempuh untuk mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukkan
bahwa dorongan yang lain dari individu kurang diperhatikan (Syamsu Yusuf &
Juntika Nurihsan, 2007: 40).
2. Teori Kepribadian Behavioristik
Behavioristik merupakan orientasi teoritis
yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi
tingkah laku yang teramati, bukan berdasarkan proses mental secara ilmiah,
sebab proses tersebut bersifat pribadi dan tidak dapat diamati oleh
publik. Asumsi dasar mengenai tingkah
laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh
aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan (Muh Farozin &
Kartika Nur Fathiyah, 2003: 72).
Walaupun para behavioris kurang memiliki
perhatian terhadap struktur kepribadian, tetapi mereka memiliki perhatian yang
cukup besar terhadap perkembangan kepribadian. Mereka menjelaskan bahwa
perkembangan itu melalui belajar. Konsep belajar ini digunakan dalam hal-hal
yang merujuk pada perubahan tingkah laku yang tahan lama sebagai hasil
pengalaman. Para behavioris memfokuskan kajiannya pada bagaimana kecenderungan
respon dibentuk melalui pengondisian
klasik (classical conditioning), pengondisian operan (operant conditioning),
dan belajar melalui observasi (observational learning) (Syamsu Yusuf &
Juntika Nurihsan, 2007: 123-124).
Pengondisian klasikal merupakan tipe belajar
yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon
yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Menurut Burrhus
Frederic Skinner dalam Jess Feist & Gregory J. Feist (2010b: 166), melalui
pengondisian klasik, suatu respons diperoleh dari sebuah organisme dengan suatu
stimulus yang spesifik dan dapat diidentifikasi. Peran pembiasaan klasik dalam membentuk
kepribadian adalah memberikan kontribusi terhadap pembentukan respon-respon
emosional, seperti rasa takut, cemas, atau phobia (Syamsu Yusuf & Juntika
Nurihsan, 2007: 124-126).
Sedangkan pengondisian operan merupakan
bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh
konsekuen-konsekuennya. Kunci dari pengondisian operan yaitu penguatan yang langsung
dari sebuah respons. Kemudian, penguatan akan meningkatkan kemungkinan dari
perilaku yang sama untuk terjadi lagi (Jess Feist & Gregory J. Feist,
2010b: 168). Skinner berpandangan bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan.
Selain itu, manusia dianggap melakukan tindakan-tindakan atas inisiatif sendiri
dalam lingkungannya. Namun demikian, dalam hal ini lingkungan mempunyai posisi
yang lebih kuat karena lingkungan menyediakan penguatan (Muh Farozin &
Kartika Nur Fathiyah, 2003: 74).
3. Teori Kepribadian Humanistik
Teori humanistik berkembang sebagai teori
yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik
terhadap dua teori ini karena keduaduanya bersifat melecehkan sifat-sifat
manusia. Manusia dipandang sebagai pion yang tak berdaya dikontrol oleh
lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Humanistik dapat diartikan sebagai orientasi teoritis yang menekankan kualitas
manusia yang unik, khususnya terkait dengan kemauan bebas dan potensi untuk
mengembangkan dirinya.
Para ahli psikologi humanistik mempunyai
perhatian terhadap isu-isu penting tentang eksistensi manusia, seperti cinta,
kreativitas, kesendirian, dan perkembangan diri. Mereka memiliki pandangan yang
optimistik terhadap hakikat manusia. Mereka meyakini bahwa:
a. Manusia memiliki potensi-potensi untuk menjadi sehat dan
tumbuh secara kreatif;
b. Manusia adalah individu yang aktif,
bertanggung jawab, mempunyai potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh
belenggu masa lalu), berorientasi ke masa depan & selalu berusaha untuk
beraktualisasi; dan
c. Kegagalan dalam mewujudkan potensi-potensi di
atas lebih disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari
pendidikan dan latihan yang diberikan oleh orang tua dan pengaruh-pengaruh
sosial lainnya (Muh. Farozin & Kartika Nur Fathiyah, 2003: 82-83).
Carl
Rogers, salah satu ahli psikologi humanistik, meyakini bahwa manusia dimotivasi
oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena setiap manusia beroperasi sebagai
satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia baik
secara fisiologis & intelektual, rasional & emosional, kesadaran &
ketidaksadaran. Yang termasuk dalam kecenderungan aktualisasi yaitu
kecenderungan untuk memelihara dan
meningkatkan diri suatu individu (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010b:
7-8).
E. KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Kepribadian dalam
study keislaman lebih dikenal dengan istilah syakhshiyah. Syakhshiyah berasal
dari kata syakhshun yang berarti pribadi. Kata ini ini kemudian diberi ya’
nisbat sehingga mejadi kata benda buatan syakhshiyah yang berarti kepribadian. Abdul
Mujib (1999:133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah “ Integrasi sistem kalbu,
akal, nafsu, manusia yang menimbulkan tingkah laku.
1. Dinamika Kepribadian
Dalam Al-Qur’an surat Asy-syamsu: 8, Allah
berfirman : “ Maka Allah akan mengilhamkan kepada jiwa (manusia, fujur,
(kepasikan, Kedurjanaan) dan taqwa (Beriman dan beramal shaleh). Ayat tersebut
menunjukan bahwa manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan dengan suasana
perjuangan untuk memilih alternatif antara haq ( taqwa dan kebenaran ) dan bathil
(fujur).
Manusia Memang bukan malaikat, yang selamanya
istiqomah dalam kebenaran (Attahrim: 6), Tetap juga bukan syetan, yang
selamanya dalam kebathilan, kekufuran (kemakhsiatan) dan senantiasa mengajak
manusia ke jalan yang dilarang Allah Swt.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 168
dikemukakan, Bahwa : “ Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu untuk berbuat
jahat dan keji,dan mengatakan terhadap allah apa yang kamu tidak
ketahui”.
Manusia adalah mahkluk yang netral,
kepribadianya itu bisa berkembang seperti malaikat, dan bisa juga seperti
setan. Hal ini amat tergantung pada pilihannya tadi, apakah manusia mengisi
jiwanya dengan ketaqwaan, atau dengan fujur.
2. Tipe kepribadian
a. Tipe Mukmin
Tipe kepribadian mukmin mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1)
Berkenaan
dengan aqidah: Beriman kepada Allah, malaikat, Rosul, Kitab, Hari ahkir dan
Qodar.
2)
Berkenaan
dengan ibadah: melaksanakan rukun islam.
3)
Berkenaan
dengan kehidupan sosial: Bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja
sama, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, suka memanfatkan
kesalahan orang lain dan dermawan.
4)
Berkenaan
dengan moral: Sabar, Jujur, Adil, Qona’ah, Amanah,thawadu’ Istiqomah ,dan mampu
mengendalikan diri dari hawa nafsu.
5)
Berkenaan
dengan Emosi: Cinta kepada Allah , Takut akan adzab allah, Tidak putus asa dalm
mencari ridha allah, Senang berbuat kebaikan pada setiap orang, menahan marah,
tidak angkuh, tidak hasud, Iri, dan berani dalam membela kebenaran.
6)
Berkenaan
dengan intelektual: Memikirkan alam semesta dan ciptaan allah yang lainnya,
selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirnnya untuk sesuatu yang bermanfaat.
b. Tipe Kafir
Tipe Kepribadian kafir mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1)
Berkenaan
dengan aqidah: Tidak beriman kepada Allah SWT.
2)
Berkenaan
dengan ibadah: Menolak beribadah kepada Allah SWT
3)
Berekenaan
dengan kehidupan sosial: Zhalim, Memusuhi orang beriman, senang mengajak kepada
kemungkaran, melarang kebijakan.
4)
Berkaitan
dengan kekeluargaan: Senang memutuskan silaturahmi.
5)
Berkenaan
dengan Moral: Tidak amanah, sombong, takabur.
6)
Berkenaan
dengan Emosi: Tidak cinta kepada allah, tidak takut terhadap adzab allah.
7)
Berkenaan
dengan intelektual: Tidak menggunakan pikirannya untuk bersyukur kepada Allah
SWT.
c. Tipe Munafik
Tipe kepribadian munafik mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1)
Berkenaan
dengan Ibadah: Bersifat riya, dan bersifat malas.
2)
Berkenaann
dengan Aqidah: bersifat ragu dalam dalam beriman .
3)
Berhubungan
dengan hubungan sosial: Menyeluruh kemungkaran dan mencegah kebajikan, suka
menyebar isu sebagai adu domba di lingkungan kaum muslimin.
4)
Berkenaan
dengan moral: senang berbohong, tidak amanah(khianat) , Ingkar janji, kikir,
hedonis dan poertunis.
5)
Berkenaan
dengan Emosi: suka curiga terhadap orang lain, takut mati.
6)
Berkenaan
dengan intelektual: peragu dan kurang mampu mengambil keputusan (dalam
kebenaran), dan tidak berpikir secara benar.
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-Qur’an
dan Terjemahannya.
·
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional Tahun. 2007. Pengembangan Kepribadian. (materi diklat
pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta
·
Kuntjojo.2009. “Psikologi Kepribadian”. Kediri:
Universitas Nusantara PGRI Kediri.
·
Suryabrata,
Sumadi. 2011. Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Rajawali Pers.
·
Yusuf
LN, Syamsu. 2007. Teori Kepribadian. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
No comments:
Post a Comment